Postingan

DIKLAT TERAKHIR?

Gambar
DIKLAT TERAKHIR? (Neni Nurachman) Saya menerima telepon Kamis (19/05/2022), bahwa saya termasuk peserta Diklat STEM di P4TK IPA. Kegiatan ini berpola in-on-in.  Kegembiraan tersendiri, akhirnya bisa mendalami Pendekatan Pembelajaran STEM, yang sudah lama diidamkan. Banyak kata "Oh..." dalam benak. Selama ini saya baru menerima STEM sepintas saja, dari seminar dan desiminasi rekan yang pernah mengikuti Diklat STEM sebelumnya. Finally, dapat bercengkrama juga dengan mahluk bernama STEM... Juni 2022 ini, P4TK IPA telah berubah menjadi Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Jabar. Ada tiga P4TK yang 'dimerger' menjadi BBGP Jabar, P4TK IPA, P4TK TKPLB, dan P4TK Penjas-BK.  Salam Nyentrik! (Sains, Menyenangkan, Menarik! Salam IPA! Integritas, Peduli, Amanah! Apakah yel itu terakhir bergema di diklat ini? Apakah benar ini diklat terakhir di P4TK IPA? Apakah akan ada ajang gelar karya guru/simposium untuk guru se-Indonesia? ***** Bandung, 26 Mei 2022.

Me Time Versi 2

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Hari kemarin curhatan di wall facebookku itu asli. Kumerasakan stagnan. Mentok, mau mulai (lagi) menulis apa. Beberapa catatan deadline hanya bisa dipandangi saja. Entahlah. Meninggalkan semua kesenanagan dan aktivitas pekerjaan juga aktivitas ibu rumah tangga selama 3 pekan, secara total. Sepertinya membuatku seolah datang dari dunia lain. Untuk memancing aku bisa kembali menulis, aku putuskan.berkunjung saja ke toko buku. Beberapa novel dan buku memang diincar sebelumnya. Biasanya, kugunakan 'me time' seorang diri. Kali ini, juniorku ikut. Gadis mungil itu, ingin mencari buku juga. Sampailah ke toserba yang di reauest bocah. Dia cemberut, koleksi buku kurang lengkap dan sedikit. Pelipur lapar dia beli roti dan es krim. Dua porsi memesannya, untuknya dan diriku. Ok, menikmati waktu ala bocah. Bahagia juga. Setelah shalat dzuhur, kami menuju toko buku di toserba yang lebih besar. Wajah puteriku sumringah. Ngubek-ngubek rak, tanya sana dan tanya sini.

FILOSOFI DAUN KERING

Gambar
FILOSISOFI DAUN KERING OLEH: Neni Nurachman & Rita Fatimah Sumber foto: Koleksi Pribadi Ali Elkinchi Tinggalah daun yang jatuh, Terhempas, mengering lalu hilang tanpa ada yang melihat. Ada, aku melihatnya. Angin membawa daun itu pergi. Takut daun itu makin merana atas persetruan dua orang yang dia saksikan. Biarlah angin menghempasnya di atas genangan air. Agar daun itu mampu memberi nutrisi bagi pohon lainnya, Sekalipun rumput liar. Kadang demi kesetimbangan alam sang daun memang harus hancur Demi memupuk pohon yang menjulang tinggi Demi menyejukan bumi Demi menyuburkan tanah tempat berpijak setiap makhluk Ia jatuh terhempas dan hancur Sungguh, dia bahagia. Setidaknya ada oksigen yang menyejukkan Berguguranlah wahai daun Jasamu menahan ego Kau tak lena dalam ranum klorofilmu Ragamu kau korbankan demi mahluk lain Sungguh Celaka jika kau dibakar Takkan hadir nutrisi Takkan tumbuh daun lain Teriaklah engkau Bahwa tak mau mencicip panasnya

Emak v.s Emak

Gambar
Oleh: Neni Nurachman "Waduh! Pak, hati-hati!" Temanku memekik. Tak lama berdecit suara rem diinjak mendadak. Pak sopir taxi geleng-geleng kepala. Dia lap keringat di kening. "Udah lampu sen ke kiri belok ke kanan. Itu anakknya tidur gak ditali pula!" Aku mengomel. "Ibu-ibu aja jengkel ya liat temen begitu, ya Mbak?" Pak sopir menyeringai. Terlihat emak pengendara motor tadi melaju makin cepat. Seorang anak dibonceng. Kepala anak itu bergerak perlahan miring ke kanan. Makin kekanan. "Ih, menepi dulu kenapa?" Temanku berpekik. "Itu anaknya tertidur gitu. Ditali kek, berhenti dulu kek, kasian kalau dia terjatuh. Nggak takut kesenggol kendaraan lain ya?" Omelanku bervolume tinggi. Semua mata seisi taxi memperhatikan emak bermotor itu. Pak sopir mesam-mesem mendengar kami yang terus berisik. "Tapi bisa ya tuh anak dibonceng, tertidur tapi pegangan kuat." Temanku makin tajam memperhatikan. CITTTT. Lagi-lagi rem mendadak.

Me and My Student

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Senin lalu, di sekolah ceremonial peringatan hari santri nasional. Secara sekolahanku berbasis pesantren. Hingar bingar syiar Islam. Ajang lomba antar kelas digelar. Kelas yang nggak ikutan mata lomba didenda. Ini sih biar semua partisipasi. Lah panitianya juga osis dan para santri. Semua siswa dan guru, juga staf menggunakan pakaian santri. Semua sarungan, peci hitam tentu, juga sandal. Ya, hanya di hari itu boleh sandalan seharian di sekolah. Saat rehat, aku dan siswa kelas XII IPA 1, berpose untuk mengabadikan moment. Tetep narsis dan eksis untuk dokumentasi kenangan. Semula depan perpustakaan, tapi cahaya kurang sip. Ahirnya pindah ke taman sekolah. Menuju taman meatinberjalan beberapa meter ke pintu teras. Tembok pembatas sekitar 60 cm menghalangi. Reflek atau kebiasaan, aku melangkahi tembok. Sarung ditarik. Tak masalah, training panjang masih menutup betis. Terdengar tawa tertahan dari semua murid. Sebagian mereka mengikuti caraku lompat tembok. &quo

BEDA ITU INDAH JIKA ...

Gambar
Oleh: Neni Nurachman Alloh SWT. menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Agar kita saling mengenal satu sama lain. Kita bisa melihat di dekat kita. Sangat sekat. Kita tahu, di negeri Indonesia ini banyak suku bangsa. Tentu setiap suku memiliki budaya masing-masing. Satu diantaranya ya cara berbahasa. Cara berkomunikasi. Jangankan antar suku, sesama suku saja banyak perbedaan. Misalnya, suku sunda. Orang Tasik dan orang Cianjur, misalnya, ada banyak perbedaan. Perbedaan akan membawa harmony indah, jika saat bertemu saling memahami, saling 'tepo seliro'. Mengetahui bagaimana cara bertutur atau gestur satu sama lain. Keduanya berperan. Tidak satu pihak saja yang memahami. Mestilah keduanya. Jadi teringat, ketika pekan pertama ada di kos-kosan. Kota Yogyakarta waktu itu. Aku kaget dan 'paciweuh' bertanya ke penghuni lain. "Ada apa?kenapa ada yang berantem di halaman dibiarkan? Bisa manggil atau lapor ke Ibu kos?" Teman-teman sekos malah tertaw

Seandainya

Gambar
Seandainya... Andai mendidik itu kita ibaratkan sedang bercermin. Bayangan yang muncul adalah diri kita sendiri. Keadaan murid itu, ya pantulan dari diri kita, yang katanya sebagai guru...😁 Ketika ada 'cemong'  pada bayangan diri di dalam cermin, tentu kita mematut diri.  Membersihkan diri, hingga bayangan terlihat bersih. Nah, bayangan itu siswa kan? Cerminnya adalah pola kita mendidik. Ketika bercermin, jilbab kita atau peci kita miring, tentu tidak memecahkan cermin kan ya...😁 Atau tentu kita tidak membuang jilbab/pecinya...😂 Kita membenahi diri, hingga pada cermin, peci dan kerudung rapi. Lagi-lagi kita hanya butuh waktu, dan kesabaran untuk mematutkan hasil bercermin...😊 Mendidik memang pelik...😥 Sering kita menganggap siswa harus berfikir seperti pikiran kita..(😁 itu mah mungkin hanya saya...) padahal kita tahu, ada keunikan dalam pikir manusia, siswa juga ya manusia..😁 Kalau kata pakar pendidikan mah 'multiple intelegence'. Kita hanya butuh waktu